Tugas
Ilmu Budaya dasar 1
Dosen:
Nama:
Mochamad Rifky Rifaldi
NPM:14216454
Jurusan:
Manajemen S1
1.Kaitkan
Antara Manusia Dan Kebudayaan Dengan Ilmu Manajemen
2.Ceritakan
Sesuai Kebudayaan Kalian Masing-Masing
Mengenai Budaya Tsb, Lalu Budaya/Tradisi Apa Saja Yang Mulai
Hilang/Ditinggalkan Oleh Masyarakat Tsb Dan Bagaimana Peran Pemerintah/Masyarakat
Untuk Melestarikanya
Sejarah kota Bandung
Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang lalu membentuk telaga. Legenda
yang diceritakan oleh orang-orang tua di Bandung mengatakan bahwa namaBandung diambil dari sebuah kendaraan air yang
terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu bandungyang digunakan
oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II,
untuk melayari Ci Tarum dalam
mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang
lama di Dayeuhkolot.
Berdasarkan filosofi Sunda, kata Bandung juga berasal dari kalimat Nga-Bandung-an Banda Indung, yang merupakan
kalimat sakral dan luhur karena mengandung nilai ajaran Sunda. Nga-Bandung-an artinya menyaksikan atau bersaksi. Banda adalah segala sesuatu yang berada di
alam hidup yaitu di bumi dan atmosfer, baik makhluk hidup maupun benda mati.
Sinonim dari banda adalah harta. Indung berarti Ibu atau Bumi, disebut juga sebagai Ibu Pertiwi tempat Banda berada.
Dari Bumi-lah semua dilahirkan ke alam
hidup sebagai Banda.
Segala sesuatu yang berada di alam hidup adalah Banda Indung, yaitu Bumi, air,
tanah, api, tumbuhan, hewan, manusia dan segala isi perut bumi. Langit yang
berada di luar atmosfir adalah tempat yang menyaksikan, Nu Nga-Bandung-an. Yang disebut
sebagai Wasa atau SangHyang
Wisesa, yang berkuasa di langit tanpa batas dan seluruh alam semesta
termasuk Bumi. Jadi kata Bandung mempunyai nilai filosofis sebagai alam tempat
segala makhluk hidup maupun benda mati yang lahir dan tinggal di Ibu Pertiwi
yang keberadaanya disaksikan oleh yang Maha Kuasa.
Kota Bandung secara geografis memang
terlihat dikelilingi oleh pegunungan, dan ini menunjukkan bahwa pada masa lalu
kota Bandung memang merupakan sebuah telaga atau danau. Legenda Sangkuriang merupakan
legenda yang menceritakan bagaimana terbentuknya danau Bandung, dan bagaimana
terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu,
lalu bagaimana pula keringnya danau Bandung sehingga meninggalkan cekungan
seperti sekarang ini. Air dari danau Bandung menurut legenda tersebut kering
karena mengalir melalui sebuah gua yang bernama Sangkyang Tikoro.
Daerah terakhir sisa-sisa danau
Bandung yang menjadi kering adalah Situ Aksan, yang pada tahun 1970-an masih
merupakan danau tempat berpariwisata, tetapi saat ini sudah menjadi daerah
perumahan untuk permukiman.
Kota Bandung mulai dijadikan sebagai
kawasan permukiman sejak pemerintahan kolonial Hindia Belanda, melalui Gubernur Jenderalnya waktu itu Herman Willem Daendels,
mengeluarkan surat keputusan tanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan
prasarana untuk kawasan ini. Dikemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai
hari jadi kota Bandung.
Kota Bandung secara resmi mendapat
status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan luas wilayah waktu itu sekitar
900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha pada tahun 1949,
sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.[12]
Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret 1946,
sebagian kota ini dibakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam
strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo
Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian
penduduknya yang mengungsi ke daerah lain.
Pada tanggal 18 April 1955 di Gedung Merdeka yang
dahulu bernama Concordia, Jl. Asia Afrika, sekarang,
berseberangan dengan Hotel Savoy Homann,
diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika yang kemudian kembali KTT Asia-Afrika 2005 diadakan di kota ini pada 19 April-24 April 2005.
Pada tanggal 24 April 2015, Konferensi Asia-Afrika kembali diadakan di kota ini setelah
tanggal 20 April-23 April 2015 berlangsung di Jakarta.
Budaya
Kota Bandung
1.Angklung
adalah alat musik multitonal
(bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian
barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi
disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang
bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar
maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang
diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat
musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya,
menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai,
digetarkan untuk menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan
Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak
November 2010.
Sejarah Angklung
Tidak ada
petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah
digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal
penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme
dalam kebudayaan Nusantara.
Catatan mengenai
angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad
ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung
berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber
kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos
kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai
lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy,
yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung
sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi.
Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor,
adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau.
Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk
memikat Dewi Sri turun
ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.
Jenis bambu
yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi
wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan
dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu
dari ukuran kecil hingga besar.
Dikenal oleh
masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam
pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa
sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat
melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat
popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak- anak pada waktu itu.[butuh rujukan]
Selanjutnya
lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut
disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu
yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang
kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan
seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung
yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan
yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi
iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan
sebagainya.
Dalam
perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke
Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia
ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu
permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh
angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog,
salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada
banyak orang dari berbagai komunitas.
Jenis Jenis Angklung
1.Angklung Baduy
2.Angklung Buncis
3. Angklung Gubrag
4. Angklung Bungko
5. Angklung Modern
BUDAYA SUNDA
Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung
tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah
(someah), murah senyum lemah lembut dan sangat menghormati orang tua. Itulah
cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan
bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua. Kebudayaan Sunda memiliki
ciri khas tertentu yang membedakannya dari kebudayaan–kebudayaan lain.
Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar
Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual.
Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh; saling
mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau
memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi
(saling menjaga keselamatan)..
Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah
nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama, hormat kepada
yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada kebudayaan Sunda
keseimbangan magis di pertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat
sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda melakukan gotong-royong untuk
mempertahankannya.
Pelestarian Budaya Di Bandung
Untuk pelestarian angklung pemerintah
menwajibkan para siswa dan siswi di bandung untuk mempelajari cara bermain
angklung dalam pelajaran seni budaya
Sedangkan usaha untuk melestarikan angklung
dari masyarakat dengan member pertunjukan angklung
Bandung sebagai pusat kebudayaan Sunda memberi banyak
kesempatan untuk menikmati pertunjukan kesenian tradisional maupun kontemporer.
Saung Angklung Mang Ujo di Jalan Padasuka No 118. Disini sering diadakan
pertunjukan musik angklung dan tarian sunda yang disajikan oleh rombongan
anak-anak desa sekitar. Pertunjukan ini berjalan selama 2 jam mulai pukul 15.30
sampai dengan selesai.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Bandung