Studi Kasus Pelanggaran
Etika Bisnis Oleh Nissan
PT. Nissan Motor
Indonesia
Softskill Etika Bisnis
Kelompok 4 :
Maxie Salhuteru (14216322)
M. Rifky Rifaldi
(13216743)
Nurvika Rachmawati (13216768)
Rani Nur Cahyani (14216017)
Ananda Halim (10216732)
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019
1.1.Tujuan Topik Pembelajaran
a.
Melakukan
studi kasus tentang masalah-masalah Etika Bisnis
b.
Melakukan
kajian studi kasus-kasus dengan pendekatan (metode), landasan teori dan
pemecahan sebagai pembahasannya.
1.2.Susunan Materi
a.
Studi kasus dalam Etika
Bisnis
b.
Pendekatan (metode) studi
kasus dalam Etika Bisnis
c.
Landasan teori studi kasus
Etika Bisnis
d.
Pemecahan masalah studi
kasus Etika Bisnis
1.3.Pembahasan
a. Studi kasus dalam Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan cara-cara saat melakukan kegiatan berbisnis yang mencakup
semua aspek, baik itu yang berkaitan dengan seorang individu, perusahaan maupun
masyarakat. Etika bisnis dapat membangun dan membentuk nilai-nilai, norma dan perilaku
yang baik dalam berbisnis. Misalnya dalam perusahaan etika bisnis dapat
membentuk perilaku karyawan yang baik, serta dapat membangun hubungan bisnis
yang baik juga dengan konsumen maupun mitra kerja perusahaan.
Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika
bisnis dapat mengatur dan mengarahkan para pelaku bisnis untuk mewujudkan
manajemen maupun citra yang baik dalam berbisnis, sehingga bisnis tersebut
dapat diikuti oleh semua orang yang mempercayai adanya bahwa bisnis itu
memiliki etika yang baik. Seperti contoh kasuh PT. Nissan Motor Indonesia. Konsumen
merasa dikelabui iklan. Pengacara produsen anggap iklan sebagai cara ‘menggoda’
orang untuk membeli produk.
Iklan
sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku.
Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa
tertipu iklan. Ludmilla
Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat
merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan
berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla– begitu Ludmilla Arief
biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta
Selatan.
Sebulan
menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon
‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar.
Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan
menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang
digunakannya boros bensin.
“Sampai
sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,”
ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4). Setelah satu bulan
pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian
mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla
adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi
mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan
iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March
mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa
terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu
unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes
majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya.
Pihak
Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya
ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta
dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap
diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu. Kasus ini akhirnya masuk
ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung
jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16
Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1)
huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta
membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak
terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan.
Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan
BPSK Jakarta. Sebaliknya,
kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan
NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya
kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka
di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa
tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi
dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa
hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada
kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai
prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan
rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan.
Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.
b.
Pendekatan (METODE) studi
kasus dalam Etika Bisnis
Terdapat tiga pendekatan dalam etika bisnis, yaitu :
1. Utilitarian
Approach
Setiap tindakan harus
didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang
seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya
kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya
serendah-rendahnya.
2. Individual Rights
Approach
Setiap orang dalam
tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun
tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan
akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Justice Approach
Para pembuat keputusan
mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan
kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
c.
Landasan Teori Kasus
d. Pemecahan Masalah
Seharusnya PT Nissan harus memperhatikan
dalam pembuatan unit-unit mobil yang dibuat oleh para pekerjanya. Sehingga
mengetahui seberapa bagus unit yang telah dibuat dan layak untuk dipasangkan
pada mobil yang akan diproduksi dan dipasarkan ke masyarakat luas. PT Nissan
harus memperketat proses pengujian dan proses re-evaluasi ulang, serta
memperbaiki standart kualitas produksi mobil dengan sistem keamanan mobil yang
lebih baik. Agar dapat meningkatkan kualitas dari produk akhir tersebut dan
meminimalisir kemungkinan terjadinya cacat produk. Sehingga perusahaan juga
dapat menjalin rasa kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk yang
dihasilkan oleh PT Nissan.
Sumber
dan Referensi
- Arijanto, Agus
(2011). Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis, Jakarta, Raja Grafindo Persada
- https://www.gurupendidikan.co.id/etika-bisnis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar